
JADILAH (Lebih) BIJAKSANA
Pernah suatu ketika, saya ditanya oleh tentor saya sewaktu training tentang kepemimpinan di Jakarta. “Duluan mana ayam denngan telur?”, ketika itu saya langsung jawab “Ayam dong”, karena menurut saya pada waktu itu ayam mengeluarkan telur. “Jelas telur duluanlah!”, Teman saya menjawab dengan semangatnya, dia berargumen bahwa ayam tidak ada jika tidak ada telur, Nah terus kalau ayam yang mengeluarkan telur akan tetapi ayam keluar dari telur, mana yang duluan?
Perdebatan sengit dua kelompok yang saling memegang teguh pendapatnya. hampir mirip dengan debat kusir namun tanpa delman dan kudanya.
Ada kalanya guru tidak disarankan untuk bertindak sebagai sumber pemecah masalah yang ada pada proses pembelajaran. Jika guru selalu bertindak sebagai pemecah masalah di kelas, maka bisa jadi tidak akan ada sikap kritis murid dalam berpikir. Logikanya bagaimana murid bisa atau mau berpikir kritis atas sebuah masalah yang ada tanpa memberi kesempatan murid untuk ikut serta urun ide atau solusi.
Pak bro..da bu bro..please..deh, jaman gini masih sebagai pemecah masalah bagi murid. Kalau anda guru baru bolehlah meskipun lebih baik jangan, akan tetapi kalau anda adalah guru senior apalagi sudah bersertifikasi pula dan masihbersikap sebagai pemecah masalah tunggal di kelas, ada baiknya segera pensiun aja deh.
Cobalah berperan sebagai konseling, karena konseling cenderung memberi masukan masukan positif saja, bukan memberi solusi langsung pada pihak yang berkonsultasi. Mengarahkan atau memberi clue semisal kata kunci saja atau apalah yang bisa dijadikan petunjuk bagi murid untuk bisa mengembangakan pola pikir hingga akhirnya dapat menemukan solusi yang pas dan terbaik bagi murid. Tentunya disini bukan bermaksud seperti teka teki ya….
Anda sebagai guru hendaknya lebih bijaksana dengan meberi ruang bagi murid untuk kreatif dalam berpikir menyelesaikan masalah yang ada baik di kelas atau mungkin masalah pribadi. Dengan anda memberi ruang bagi murid ikut berpikir bagaimana atau jalan mana yang terbaik atas masalah tersebut, maka kita telah mengajak murid untuk belajar juga secara mental dan psikologis. Berilah kesempatan pada murid untuk sejenak “pusing” dengan masalah yang ada.
Anda mungkin bisa memulai terlebih dahulu dengan bersikap lebih bijaksana terhadap pertanyaan mana yang terlebih dahulu antara ayam atau telur ayam tanpa perlu menjadi ayamnya.

