Catatan Ringan

Membias Sejarah dalam Rendahnya Budaya Literasi Siswa Terutama dalam Penerapan Kurikulum Merdeka dengan Kemudahan Akses Informasi

Dalam era digital saat ini, kemajuan teknologi memberikan akses informasi yang begitu mudah bagi setiap individu, termasuk siswa. Berbagai sumber pengetahuan dapat diakses dengan hanya beberapa ketukan di layar ponsel pintar atau komputer. Namun, meskipun informasi semakin mudah didapatkan, kenyataannya budaya literasi siswa di Indonesia, terutama dalam konteks sejarah, masih menunjukkan angka yang rendah. Hal ini semakin terasa dalam penerapan Kurikulum Merdeka, di mana siswa diberikan kebebasan lebih dalam memilih materi pembelajaran dan cara belajar. Sementara itu, pengajaran sejarah yang memadai dan tepat tetap menjadi tantangan besar.

Kurikulum Merdeka, yang dirancang untuk memberikan ruang bagi siswa dalam menentukan jalur pembelajarannya, membuka kesempatan besar untuk mengembangkan kemampuan literasi secara lebih personal dan kreatif. Namun, kurikulum ini juga membawa tantangan baru dalam penerapan sejarah. Salah satunya adalah bagaimana sejarah dibiasakan dalam proses pembelajaran yang tidak hanya mengandalkan hafalan fakta, tetapi juga dapat membangun pemahaman kritis terhadap konteks, sebab-akibat, dan relevansi sejarah dalam kehidupan kontemporer. Tanpa pendekatan yang tepat, sejarah justru bisa terpinggirkan atau hanya dipahami secara dangkal, terutama jika siswa lebih tertarik pada sumber informasi yang mudah diakses tetapi tidak akurat atau kurang mendalam.

Rendahnya budaya literasi sejarah di kalangan siswa salah satunya disebabkan oleh kecenderungan mereka mengandalkan sumber informasi instan yang ada di internet, yang sering kali tidak terfilter dengan baik. Dengan banyaknya informasi yang tersebar di media sosial, artikel-artikel pendek, dan video-video di YouTube, banyak siswa yang lebih tertarik mengonsumsi informasi yang bersifat ringan dan tidak memerlukan usaha untuk berpikir kritis. Sumber-sumber ini sering kali tidak memberikan konteks yang memadai atau tidak menjelaskan hubungan antara peristiwa sejarah yang satu dengan yang lainnya. Akibatnya, siswa lebih sering menerima informasi yang hanya bersifat permukaan tanpa pemahaman yang mendalam tentang arti dari sejarah itu sendiri.

Meskipun akses informasi semakin mudah, banyak siswa yang tidak memiliki keterampilan literasi yang memadai untuk memilah dan memilih informasi yang valid dan bermanfaat. Mereka tidak dilatih untuk berpikir kritis terhadap berbagai sumber yang ada, dan ini menyebabkan mereka cenderung mengambil informasi yang sekadar sesuai dengan apa yang mereka inginkan atau mudah dipahami tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu. Dalam konteks sejarah, hal ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan distorsi pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa penting, serta menurunkan kesadaran akan nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah tersebut.

Penerapan Kurikulum Merdeka memberikan peluang untuk memperbaiki budaya literasi ini, tetapi hal tersebut memerlukan upaya yang lebih terintegrasi antara pengajaran sejarah dan pembelajaran literasi secara keseluruhan. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan mengintegrasikan sejarah dengan keterampilan literasi digital. Siswa perlu diberikan kemampuan untuk mengevaluasi sumber-sumber informasi yang mereka temui, serta dilatih untuk memahami konteks dan hubungan antara peristiwa sejarah. Dalam hal ini, guru berperan penting dalam membimbing siswa untuk mengakses informasi yang tepat dan relevan, serta mendorong mereka untuk berpikir kritis terhadap apa yang mereka baca atau lihat.

Di sisi lain, penting juga untuk mengembangkan metode pengajaran sejarah yang lebih menarik dan relevan dengan kehidupan siswa. Tidak hanya dengan mengandalkan buku teks atau ceramah, tetapi juga dengan mengajak siswa untuk terlibat langsung dalam eksperimen, diskusi, dan penelitian sejarah. Pendekatan ini tidak hanya akan meningkatkan pemahaman mereka tentang sejarah, tetapi juga melatih keterampilan berpikir kritis dan analitis yang sangat dibutuhkan dalam menyaring informasi yang mereka terima.

Selain itu, pemerintah dan lembaga pendidikan perlu memberikan dukungan dalam hal penyediaan sumber daya yang berkualitas, baik itu dalam bentuk buku sejarah yang lebih bervariasi, materi pembelajaran digital, ataupun pelatihan bagi guru untuk mengembangkan pendekatan pengajaran yang lebih inovatif dan menarik. Penggunaan teknologi, seperti platform pembelajaran daring, juga bisa dimanfaatkan untuk memberikan akses yang lebih luas kepada siswa terhadap materi sejarah yang lebih dalam dan terperinci.

Sebagai kesimpulan, meskipun kemudahan akses informasi dapat membuka peluang untuk meningkatkan literasi sejarah siswa, tantangan terbesar terletak pada bagaimana mengarahkan mereka untuk berpikir kritis dan memahami konteks dari informasi yang mereka terima. Penerapan Kurikulum Merdeka bisa menjadi langkah positif dalam meningkatkan budaya literasi sejarah, asalkan didukung dengan pendekatan pengajaran yang tepat dan keterampilan literasi yang memadai. Dengan demikian, sejarah tidak hanya menjadi sekadar pelajaran yang membosankan, tetapi menjadi bekal penting bagi siswa untuk memahami perjalanan bangsa dan dunia, serta belajar dari masa lalu untuk membentuk masa depan yang lebih baik.

Oleh : Mahar Alamsyah Santosa (Kepala MI AL AMIN Sinongko Gedong Karanganyar)