Tulisan Guru

Urgensi Penerapan Kurikulum Adab di Madrasah dan Sekolah: Refleksi atas Kegagalan Kurikulum Merdeka dalam Pembentukan Karakter Pasca COVID-19

Pendidikan adalah fondasi utama dalam membentuk karakter dan kepribadian generasi muda. Dalam konteks Indonesia, pendidikan seharusnya tidak hanya fokus pada penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pada pembinaan akhlak dan adab yang luhur. Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, terutama pasca pandemi COVID-19, tampak jelas bahwa sistem pendidikan nasional, termasuk implementasi Kurikulum Merdeka, belum berhasil sepenuhnya dalam membentuk karakter peserta didik. Di tengah euforia kebebasan belajar dan pengembangan minat individu, kita justru menghadapi krisis akhlak yang semakin mengkhawatirkan.

Di sinilah pentingnya gagasan penerapan “kurikulum adab” sebagai bagian utama dari sistem pendidikan nasional. Kurikulum ini tidak hanya diperlukan di madrasah yang berbasis Islam, tetapi juga di seluruh sekolah formal, sebagai benteng moral dan pembentuk peradaban yang mulia. Tulisan ini akan membahas bagaimana kegagalan pendekatan Kurikulum Merdeka dalam menumbuhkan karakter siswa pasca pandemi serta pentingnya integrasi kurikulum adab dalam menjawab tantangan akhlak generasi muda masa kini.

Pandemi COVID-19 membawa dampak besar terhadap sistem pendidikan global. Di Indonesia, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berlangsung selama lebih dari satu tahun telah mengubah pola interaksi antara guru dan siswa, serta antara siswa dan lingkungannya. Anak-anak kehilangan ruang sosial yang selama ini menjadi bagian dari proses internalisasi nilai-nilai seperti kesabaran, disiplin, dan penghormatan terhadap orang lain.

Ketika Kurikulum Merdeka diperkenalkan sebagai respons terhadap kondisi tersebut, semangat yang dibawa adalah “kebebasan” bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kecepatan dan minatnya. Namun, dalam praktiknya, banyak guru dan sekolah belum siap secara pedagogis maupun struktural untuk menerapkan prinsip-prinsip kurikulum ini secara efektif. Akibatnya, yang terjadi bukanlah penguatan karakter, melainkan makin meluasnya sikap permisif dan lemahnya kontrol terhadap perilaku siswa.

Kebebasan tanpa batas tersebut sering kali disalahartikan oleh peserta didik sebagai kebebasan dari tanggung jawab. Guru tidak lagi dihormati sebagaimana mestinya, dan nasihat orang tua sering dianggap tidak relevan. Bahkan, banyak kasus di mana siswa menunjukkan sikap agresif, cuek, dan tidak memiliki empati terhadap lingkungan sekitarnya.

Di era digital ini, arus informasi yang sangat cepat dan tidak tersaring dengan baik membuat anak-anak lebih banyak mengakses konten hiburan dibandingkan konten edukatif. Hal ini berdampak langsung terhadap pola pikir dan perilaku mereka. Banyak anak yang lebih mengenal tokoh selebritas media sosial daripada tokoh moral dalam sejarah atau agama.

Akibatnya, kita dihadapkan pada fenomena yang memprihatinkan: anak-anak yang sulit diatur, mudah tersinggung, malas belajar, kurang tanggung jawab, dan cenderung melawan otoritas. Lebih parah lagi, mereka cenderung sulit menerima nasihat dari guru atau orang tua, seolah-olah nilai-nilai tradisional dan ajaran moral sudah tidak relevan lagi. Kondisi ini menegaskan bahwa krisis akhlak bukan sekadar isu perilaku individu, tetapi juga merupakan kegagalan sistem pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai dasar kehidupan.

Kurikulum Adab sebagai Solusi Fundamentalis

Penerapan “kurikulum adab” di seluruh sekolah dan madrasah merupakan jawaban strategis atas persoalan karakter anak bangsa saat ini. Kurikulum adab menempatkan pembentukan akhlak sebagai tujuan utama pendidikan. Adab bukan sekadar pelajaran tambahan, melainkan menjadi kerangka dasar dalam semua proses pembelajaran, baik dalam mata pelajaran umum maupun agama.

Kurikulum adab tidak hanya mengajarkan siswa tentang tata krama dalam berbicara, berpakaian, dan bersikap, tetapi juga membentuk kepribadian yang bertanggung jawab, sabar, jujur, dan peduli. Penerapan kurikulum ini harus menyatu dalam kehidupan sekolah—dalam interaksi antara guru dan siswa, dalam sistem disiplin, bahkan dalam lingkungan fisik dan budaya sekolah itu sendiri.

Di madrasah, penerapan kurikulum adab seharusnya menjadi penegas jati diri institusi keislaman. Sayangnya, dalam banyak kasus, pembelajaran adab masih terbatas pada hafalan teks atau teori di kelas. Padahal, adab seharusnya diajarkan melalui keteladanan dan praktik langsung dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, penguatan peran guru sebagai figur teladan dan pembina moral menjadi sangat penting dalam implementasi kurikulum adab ini.

Rekomendasi Implementatif

Agar kurikulum adab dapat diterapkan secara efektif dan berkelanjutan, beberapa langkah penting perlu dilakukan, antara lain:

1. Revisi Kurikulum Nasional

Kurikulum nasional, termasuk Kurikulum Merdeka, perlu diintegrasikan dengan prinsip-prinsip pendidikan karakter berbasis adab, bukan hanya sebagai muatan lokal, tetapi sebagai bagian inti dari seluruh mata pelajaran.

2. Pelatihan Guru Berbasis Adab dan Keteladanan

Guru harus diberikan pelatihan khusus untuk menjadi model adab yang baik. Keteladanan guru jauh lebih efektif dibandingkan sekadar ceramah moral.

3. Penguatan Peran Orang Tua dan Komunitas

Pendidikan adab tidak hanya tugas sekolah, tetapi harus melibatkan keluarga dan lingkungan. Sekolah perlu berkolaborasi dengan orang tua dan tokoh masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai luhur.

4. Evaluasi dan Monitoring Berkala

Dibutuhkan sistem evaluasi yang tidak hanya mengukur kecerdasan akademik, tetapi juga perkembangan karakter dan moral siswa secara menyeluruh.

Pendidikan tanpa adab akan melahirkan generasi cerdas yang kehilangan arah. Kurikulum Merdeka, meskipun membawa semangat pembaruan, belum cukup menjawab tantangan pembentukan karakter pasca pandemi COVID-19. Oleh karena itu, sudah saatnya kurikulum adab diterapkan secara menyeluruh dan sistemik di seluruh sekolah dan madrasah di Indonesia. Dengan demikian, kita dapat mencetak generasi yang tidak hanya unggul dalam ilmu, tetapi juga luhur dalam budi pekerti—sebagaimana cita-cita pendidikan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945: “mencerdaskan kehidupan bangsa.”

Oleh: Mahar Alamsyah Santosa (Kepala MI AL AMIN Sinongko Gedong Karanganyar)